Sulawesi

Warna Warni Sulawesi

Mappaccing

Simbol Perkawinan Bugis Makassar

Senantiasa diberi sentuhan nuansa islami, sarat dengan pemberian doa restu oleh segenap keluarga dan handai taulan.

Pernikahan merupakan jalan untuk melanjutkan keturunan berdasar atas cinta kasih yang sah, dalam mempererat hubungan silaturahmi antar keluarga, suku, bahkan antar bangsa. Sebelum akad nikah, dirumah calon mempelai perempuan diadakan acara Korongtigi atau malam pacar yang dalam bahasa Bugis disebut Mappaccing.

Kata Mappaccing berasal dari Paccing yang berarti pacar dan diibaratkan sebagai alat untuk menyucikan sang gadis dari hal-hal yang bersifat kekotoran, baik secara fisik maupun batin, agar memperoleh keselamatan, kesejahteraan dalam mengarungi kehidupan berumah tangga kelak. Sebagai rangkaian perkawinan adat Bugis Makassar, mappaccing menggunakan symbol-symbol yang sarat makna akan menjaga keutuhan keluarga, dan memelihara kasih sayang dalam rumah tangga seperti Benno, Tai Bani, Bantal, Sarung yang disusun tujuh lapis, Daun Pisang, Daun Nangka dan Bekkeng.

Benno yaitu beras yang digoreng kering hingga mekar melambangkan harapan, semoga calon pengantin ini akan mekar berkembang dengan baik, bersih dan jujur. Tai Bani merupakan lilin dari lebah, yang melambangkan suluh (penerang) kehidupan agar menjadi suri tauladan dalam kehidupan bermasyarakat.

Bantal disimbolkan kemakmuran. Secara khusus diartikan sebagai pengalas kepala yang artinya penghormatan atau martabat, dalam bahasa bugis disebut Mappakalebbi. Sarung yang disusun 7 lembar, melambangkan harga diri. Daun Pisang, melambangkan kehidupan yang sambung menyambung. Daun Nangka, berarti cita-cita yang luhur. Bekkeng, tempat paccing yang sudah ditumbuk halus, mengandung arti kerukunan hidup dalam suatu keluarga. dan daun paccing itu sendiri yang melambangkan kesucian

Prosesi Mappaccing dilaksanakan pada malam hari, calon mempelai duduk di Lamming , dengan tangan bersimpuh mengahadap ke atas. Saat pembaca barzanji (pabarazanji) sampai pada bacaan Badrun Alaina, yang dalam bahasa Makassar dikenal sebagai istilah Niallemi saraka, acara mapaccing dimulai. Dengan sedikit mengambil daun paccing, seorang ibu membubuhi telapak tangan calon pengantin, sementara itu barzanji tetap di bacakan. Setelah semua tamu yang ditetapkan melakukan Mapaccing, seluruh hadirin bersama-sama mendoakan semoga calon mempelai mendapat restu dari Allah dan menjadi suri tauladan karena martabat dan harga dirinya yang tinggi. (Reportase Salma, Makassar terkini)

www.makassarterkini.com

Single Post Navigation

5 thoughts on “Mappaccing

  1. Slm knl , udah lama banget gak plg ke sulawesi, aq dah rindu ma sanak family disana terutama di siwa {jawi-jawie}

  2. AckmalNebo on said:

    Saya Sudah lama tidak pulkam keBone(Awangpone,Mallari)…
    Ada beberapa Acara “Botting” (keluarga,sahabat,Dll) yang tidak sempat saya hadiri karna kesibukan & tuntutan pekerjaan yg tidak bisa ditinggalkan…
    Saat itulah saya merasa bahwa kadang kita harus jauh dari orang2 yang kita sayangi demi masa depan & Cita-cita…..
    Kenangan masa kecil dikampung halaman takkan terlupa hingga kapanpun…
    Nantikian Kemmal Kampung halamanku,ku kan datang membangun dan mensejahterakan masyarakatmu…

  3. hay………..leh kenal g????

  4. Ada gak gak syarat-syarat tertentu kalo di proses Mappacing itu? misalnya kayak di Bali harus nikah sama anak pamannya atau apa gitu…. or harus sekasta atau paa gitu?
    Kalo di Makassar menganut sistem kekerabatan ptrilineal apa matrilineal sih?
    Thank you buat yang mau jawab ….

Leave a comment