Sulawesi

Warna Warni Sulawesi

Perpaduan Wisata Alam dan Budaya di Tanah Sinjai

Kabupaten Sinjai yang berjarak 223 km dari Ibukota Sulawesi Selatan menyimpan budaya historis yang kemudian menjadi alternatif obyek wisata selain wisata alam yang ada di Sinjai, bahkan  Taman Purbakala Batu Pake Gojeng menawarkan keduanya.

 

Benteng Balangnipa

Selain Fort Rotterdam dan Bentang Somba Opu, Benteng Balangnipa adalah salah satu benteng terbesar di Sulawesi Selatan, bentuknya pun hampir sama dengan Fort Rotterdam. Benteng Balangnipa terletak di Kel. Balangnipa, Kec. Sinjai Utara, Kab. Sinjai dengan jarak 1 km dari pusat kota.

Bentuk asli dari Benteng Balangnipa terbuat dari batu gunung yang diikat dengan lumpur dari Sungai Tangka dengan ketebalan dinding  Siwali reppa (setengah depa).  Kemegahan dan kekokohan Benteng Balangnipa dimulai sejak awal abad XVI sekitar tahun 1557 oleh kerajaan Tellulimpoe (Lamatti, Tondong, Bulo-Bulo) dengan bentuk dan struktur bangunan yang menghadap ke Utara dengan pemandangan Sungai Tangka yang bermuara antara Teluk Bone dengan pusat Kota Sinjai.

Benteng ini merupakan saksi sejarah perlawanan kerajaan Tellulimpoe dalam menentang agresi militer jajahan kaum kulit putih dalam sejarah perjuangan  terbesar yang dikenal dengan nama Rumpa’na Mangngara Bombang yang terjadi pada tahun 1859-1961.

Empat buah Bastion (pertahanan) yang membentuk segi empat oval merupakan salah satu alat perang yang digunakan oleh kerajan Tellulimpoe dalam menolak serangan Belanda. Namun ketidakseimbangan kekuatan dalam hal persenjataan menyebabkan Benteng Balangnipa berhasil direbut oleh pasukan Belanda pada tahun 1859.

Setelah Belanda berkuasa di wilayah persekutuan kerajaan Tellulimpoe, Benteng Balangnipa dijadikan sebagai markas pertahanan bagi Belanda untuk membendung serangan pribumi persekutuan kerajaan Telllulimpoe. Sebuah meriam perunggu yang panjangnya 96 cm merupakan jejak peninggalan Belanda di benteng ini.

Taman Purbakala Batu Pake Gojeng

       

Salah satu primadona wisata di Kabupaten Sinjai adalah taman purbakala Batu Pake Gojeng yang terletak di ketinggian 50-96 meter diatas permukaan laut, tepatnya di Kel. Biringere, Kec. Sinjai Utara, sekitar 2 km dari pusat kota Sinjai.

Batu Pake Gojeng merupakan batu pahatan yang berada di Gojeng dan dipercayai sebagai batu bertuah bagi masyarakat setempat. Puncak taman purbakala Batu Pake Gojeng merupakan markas pertahanan Jepang dan tempat pengintaian terhadap kapal laut yang melintasi teluk Bone maupun pesawat terbang sekutu.

 

Dari ketinggian ini, Anda bisa memandang jauh deretan Pulau Sembilan dengan jejeran hutan bakau Tongke-Tongke yang rimbun serta laut biru yang menghampar di atas terumbu karang Larea-rea.

Selain memiliki potensi objek wisata alam, Benteng Balangnipa juga mempunyai nilai histories tersendiri yang kaya akan warisan budaya khususnya bidang arkeologi. Pada tahun 1982, oleh Rescue Excavation, ditemukan berbagai jenis benda cagar budaya (BCB) seperti keramik, tembikar, sejumlah kecil fragment keramik blue underglass serta gigi buvidae yang diperkirakan dari zaman Dinasti Ming, fosil kayu dan peti mayat.

Masing-masing peninggalan ini, mewakili peninggalan pada zamannya masing-masing. Peninggalan Megalitik terbukti dengan adanya batu berlubang dengan diameter yang variatif antara 15-70 cm yang tersusun secara acak dan dikelilingi oleh sejumlah lubang kecil dan diapit oleh dua buah lubang besar. Terdapat pula bongkahan alami yang memiliki ukuran  yang bervariasi serta batu berpahat persegi yang merupakan titik pusat dari variasi batu berpahat lainnya dimana yang berukuran paling besar dipercayai sebagai makam raja-raja keturunan Raja Batu Pake Gojeng yang pertama.

Bukti peninggalan arkeologis ini telah dirapikan dan dijejer sepanjang jalan setapak sebanyak 120 buah anak tangga menuju bukit dan dijadikan lokasi obyek daya tarik wisata baik alam maupun budaya. Di dalam areal situs, berbagai pohon dapat kita jumpai seperti cemara (Casuarinas sp), kalumpang (Stercuilla), pohon cenrana yang sudah tua, kelapa (Cocos nucifera), kamboja (Plumera accuminata), akasia (Casia sp) serta bougenville (Bougenvillea spectabilis). Selain flora, terdapat pula berbagai jenis fauna khususnya bangsa burung seperti burung rajawali Sumatera, burung beo, burung nuri Kalimantan, burung kutilang, serta jenis burung lainnya.

Dalam mendukung kepariwisataan di lokasi ini pemerintah setempat telah melengkapi dengan sarana pendukung (caravanning sites) seperti renovasi rumah adat taman purbakala serta fasilitas lainnya seperti permandian yang telah tua yang diyakini sebagai tempat permandian para raja, refreshing kid dengan taman bermain anak-anak seperti ayunan dan luncuran.

Kampung Tradisional Karampuang

Kampung tradisional Karampuang terletak di desa Tompobulu Kec. Bulupoddo, kurang lebih 31 km dari pusat kota Sinjai, Karampuang merupakan asimilasi dari nama tempat dimana digambarkan sebagai pertemuan antara Karaeng (suku Makasar) dan Puang (suku Bugis). Sehingga tempat tersebut kemudian diberi nama Karaeng Puang dan orang menyebutnya Karampuang.

Karampuang sendiri merupakan nama sebuah dusun/perkampungan tua yang tetap melestarikan kebudayaannya. Upacara-upacara adat ritual kuno tetap bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Walaupun saat ini teknologi dan pola hidup modern mulai merambah kawasan adat ini.

Dalam kawasan adat akan dijumpai dua buah rumah adat dengan berbagai simbol keberadaan sejarah bagi masyarakat Sinjai. Selain rumah adat akan ditemukan pula berbagai benda yang bernilai sejarah tinggi seperti Goa Cucukan yang berisi batu bertulis mirip prasasti, sumur adat, dolmen kuburan-kuburan kuno dan sumur Karampuang yang besar. Di kawasan ini pula diadakan pesta adat terbesar di Sinjai yaitu Mappogau Sihanua dimana di pesta ini dapat kita temui para pemuka adat Karampuang, aparatur pemerintah baik tingkat daerah maupun propinsi dan masyarakat umum.

Sebagai rumah adat yang bersimbol wanita, maka penempatan tangga rumah adat Karampuang terletak di tengah yang melambangkan rahim wanita yang merupakan tempat keluarnya bayi. Tangga ini mempunyai  pintu  yang disebut dengan batu lappa dengan pemberat dari batu  yang bundar yang menyimbolkan bagian intim wanita. Karena posisi pintu yang rata dengan lantai rumah maka untuk membukanya haruslah menolak ke atas untuk menggeser  pemberat batu tersebut.

Posisi dapur diletakkan sejajar posisi pintu yang memiliki simbol sebagai buah dada wanita  yang merupakan sumber kehidupan. Sesuai dengan buah dada wanita, dapur pada rumah adat Karampuang juga berjumlah dua buah.

Untuk simbol telinga wanita, dilengkapi dengan bate-bate kiri dan bate-bate kanan dengan hiasan ukiran kayu yang bermakna anting-anting sedang bagian bahu digambarkan dengan sonrong  yakni tangga yang ditinggikan dan diletakkan di depan rumah dan belakang yang difungsikan sebagai tempat tinggal penghuni. Sebagai tangan yang berfungsi untuk menggenggam maka sonrong bagian belakang rumah ditempatkan semua arajang yakni benda sakral, pelengkap adat.

Pantai Ujung Kupang

 

Terletak di Kecamatan Sinjai Timur sekitar 15 Km dari pusat kota Sinjai. Ujung kupang merupakan salah satu objek wisata yang berpantai pasir putih selain yang anda dapat jumpai di gugusan pulau sembilan. Objek ini juga bersebelahan langsung dengan gugusan pulau-pulau sembilan dan hutan bakau Tongke-Tongke.

Jejak pelabuhan  yang masih tertinggal di kawasan ini masih ada, seperti batu karang atau batu cadas di pinggir laut merupakan bekas pelabuhan dulu. Keindahan panorama alam ini tak luput dari sebuah bentukan alam dan keindahan biota laut yang penuh ragam warna dan bentuk.

Di tempat ini setiap tahunnya diadakan pesta rakyat Ma’rimpa Salo dimana kita dapat menyaksikan atraksi lomba perahu tradisional yang sarat akan makna syukur atas keberhasilan panen baik di darat maupun di laut. Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk penangkapan ikan dengan cara menghalau ikan ke muara sungai dengan menggunakan ratusan perahu tradisional yang dilengkapi dengan jaring tradisional.

Air Terjun Tujuh Tingkat, Lembang Saukang   

           

 

Air terjun ini dinamakan air terjun tujuh tingkat karena memang memiliki keunikan tujuh tingkat dengan besar debit air dari atas yang berirama jatuh berulangkali sampai tujuh kali. Air terjun ini terletak di Desa Lembang Saukang Kec. Tellulimpoe sekitar 45 Km dari pusat kota Sinjai. Sesampainya di tempat ini, Anda akan disambut oleh riak-riak air yang pecah pada tujuh undakan besar yang dialiri oleh air bening nan segar dari hulu ke muara. Keindahan serta percikan air yang seirama dengan suara air terjun dapat Anda nikmati di atas jembatan gantung yang  terletak pas di depan air terjun dengan ketinggian 7 meter dari sungai dan panjang 30 meter.

Selain menikmati keindahan dan kesegaran air terjun, Anda juga dapat beragrowisata di kawasan ini. Durian ottong, rambutan, kedondong, jambu mete dan lengkeng adalah pilihan buah-buahan yang dapat Anda petik langsung dari pohonnya. Selain itu, contoh tanaman lain seperti coklat, vanili, merica bahkan petai akan menjadi pemandangan sepanjang jalan menuju air terjun tujuh tingkat.  Di sekitar kawasan air terjun ini terdapat vila bagi Anda yang ingin lebih lama menikmati keindahan alam air terjun tujuh tingkat Lembang Saukang.

Single Post Navigation

2 thoughts on “Perpaduan Wisata Alam dan Budaya di Tanah Sinjai

  1. Zahra on said:

    I love Sinjai

Leave a reply to Zahra Cancel reply